GOTONG ROYONG
Gotong Royong merupakan istilah asli
Indonesia dimana kata Gotong = Bekerja, dan Royong = Bersama. Definisi Gotong Royong menurut kamus KBBI
adalah bekerja bersama-sama, tolong-menolong, dan bantu-membantu. Gotong Royong
dapat juga diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan bersama-sama yang sifatnya
sukarela agar kegiatan tersebut berjalan dengan lancar, terasa lebih mudah dan
ringan. Seharusnya sikap atau kesadaran diri untuk Gotong Royong harus tertanam
dalam setiap individu karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang
tidak bisa melakukan semuanya sendirian dan terkadang membutuhkan orang lain
bahkan banyak orang untuk membantunya mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dengan
kata lain Gotong Royong merupakan dasar falsafah Indonesia. Sifat Gotong
Royong Adanya Gotong Royong dapat
mempererat tali silaturahmi dan menimbulkan sikap kekeluargaan sehingga terbina
rasa persatuan dan kesatuan nasional.
Menurut M. Nasroen sebagai Guru Besar
Filsafat di Indonesia, konsep Gotong Royong telah ada sejak ribuan tahun silam
di Indonesia. Konsep ini pula yang dipilih para penggerak bangsa untuk
mempersatukan Indonesia merdeka. Salah satunya Bung Karno presiden pertama
Republik Indonesia ini dalam gagasannya tentang Pancasila terinspirasi dari
konsep Gotong Royong. Dalam bagian lain, menurut Soekarno dapat saja Pancasila itu
diperas hingga menjadi satu dan kemudian dapat dikenal dengan sebutan Gotong
Royong. Konsep gotong-royong ini merupakan konsep dinamis, bahkan lebih dinamis
dari perkataan kekeluargaan. Sebab konsep gotong-royong ini menggambarkan suatu
usaha, satu amal, satu pekerjaan secara bersama-sama. Gotong-royong adalah
pembanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-bantu
bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua dan kebahagiaan
semua. Masuknya Agama Hindu Budha dan Islam, tak serta merta membuat tradisi
ini lenyap begitu saja. Banyak acara-acara keagamaan yang malah disesuaikan
dengan sikap kekeluargaan ini. Misalnya dalam acara tahlilan dan yasinan-yang
merupakan akulturasi-semua warga berkumpul jadi satu untuk melaksakan ritual
doa bersama yang secara langsung dapat menimbulkan keterikatan batin diantara
mereka, hingga memunculkan sikap “ringan sama jinjing berat sama dipikul”.
Mngingat arus globalisasi yang
kian lama kian merasuk dalam sendi-sendi kebudayaan, maka di butuhkanlah sikap
idealisme dalam bersikap. Idealisme dalam hal ini yakni bersikap tetap berfikir
susuai jati diri bangsa yakni kegotong-royongan, kekeluargaan. Kita tak bisa
menahan arus globalisasi masuk, tapi kita tetap bisa menyesuaikan modernitas
tersebut dengan budaya sendiri. Yang artinya kita tak boleh larut dalam euforia
individualitas yang semakin marak belakangan ini.
Gotong Royong tidak hanya
terjadi dalam suatu negara tapi terjadi juga dalam lingkup yang lebih universal
seperti kondisi kehidupan bangsa-bangsa di dunia ini mengalami berbagai
perbedaan potensi tingkat kehidupan. Kemakmuran dan kemiskinan berada dalam
lingkup yang tiada batas (no limitation), perbedaan ini menyebabkan antarnegara
saling tergantung dan membutuhkan dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya
sehingga terjadi hubungan kerjasama diantara mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar