Jumat, 09 Oktober 2015

SEJARAH KERAJAAN KALINGGA


KERAJAAN KALINGGA

Sejarah Kerajaan Kalingga dimulai pada abad ke-6 dan merupakan sebuah kerajaan dengan gaya India yang terletak di pesisir utara Jawa Tengah. Belum diketahui secara pasti dimana pusat kerajaan ini berada, tapi beberapa ahli memprediksikan bahwa tempatnya ada di antara tempat yang sekarang menjadi Pekalongan dan Jepara. Tidak banyak yang dapat diketahui dari kerajaan ini karena sumber sejarah yang ada juga hampir nihil dan mayoritas catatan tentang sejarah kerajaan Kalingga didapat dari kisah-kisah Tiongkok, cerita turun-temurun rakyat sekitar, dan Carita Parahyangan yang menceritakan tentang Ratu Shima serta kaitan ratu tersebut dengan kerajaan Galuh. Ratu Shima juga dikenal karena peraturannya yang kejam dimana siapapun yang tertangkap basah mencuri akan dipotong tangannya.

Awal Mula Berdirinya Kerajaan Kalingga
Awal Berdirinya Kerajaan Kalingga diperkirakan dimulai pada abad ke-6 hingga abad ke-7. Nama Kalingga sendiri berasal dari kerajaan India kuno yang bernama Kaling, mengidekan bahwa ada tautan antara India dan Indonesia. Bukan hanya lokasi pasti ibu kota dari daerah ini saja yang tidak diketahui, tapi juga catatan sejarah dari periode ini amatlah langka. Salah satu tempat yang dicurigai menjadi lokasi ibu kota dari kerajaan ini ialah Pekalongan dan Jepara. Jepara dicurigai karena adanya kabupaten Keling di pantai utara Jepara, sementara Pekalongan dicurigai karena masa lalunya pada saat awal dibangunnya kerajaan ini ialah sebuah pelabuhan kuno. Beberapa orang juga mempunyai ide bahwa Pekalongan merupakan nama yang telah berubah dari Pe-Kaling-an.
Pada tahun 674, kerajaan Kalingga dipimpin oleh Ratu Shima yang terkenal akan peraturan kejamnya terhadap pencurian, dimana hal tersebut memaksa orang-orang Kalingga menjadi jujur dan selalu memihak pada kebenaran. Menurut cerita-cerita yang berkembang di masyarakat, pada suatu hari seorang raja dari negara yang asing datang dan meletakkan sebuah kantung yang terisi dengan emas pada persimpangan jalan di Kalingga untuk menguji kejujuran dan kebenaran dari orang-orang Kalingga yang terkenal. Dalam sejarahnya tercatat bahwa tidak ada yang berani menyentuh kantung emas yang bukan milik mereka, paling tidak selama tiga tahun hingga akhirnya anak dari Shima, sang putra mahkota secara tidak sengaja menyentuh kantung tersebut dengan kakinya. Mendengar hal tersebut, Shima segera menjatuhkan hukuman mati kepada anaknya sendiri. Mendengar hukuman yang dijatuhkan oleh Shima, beberapa orang memohon agar Shima hanya memotong kakinya karena kakinya lah yang bersalah. Dalam beberapa cerita, orang-orang tadi bahkan meminta Shima hanya memotong jari dari anaknya.
Dalam salah satu kejadian pada sejarah kerajaan Kalingga, terdapat sebuah titik balik dimana kerajaan ini terislamkan. Pada tahun 651, Ustman bin Affan mengirimkan beberapa utusan menuju Tiongkok sambil mengemban misi untuk memperkenalkan Islam kepada daerah yang asing tersebut. Selain ke Tiongkok, Ustman juga mengirim beberapa orang utusannya menuju Jepara yang dulu bernama Kalingga. Kedatangan utusan yang terjadi pada masa setelah Ratu Shima turun dan digantikan oleh Jay Shima ini menyebabkan sang raja memeluk agama Islam dan juga diikuti jejaknya oleh beberapa bangsawan Jawa yang mulai meninggalkan agama asli mereka dan menganut Islam.
Seperti kebanyakan kerajaan lainnya di Indonesia, kerajaan Kalingga juga mengalami ketertinggalan saat kerajaan tersebut runtuh. Dari seluruh peninggalan yang berhasil ditemukan adalah 2 candi bernama candi Angin dan candi Bubrah. Candi Angin dan Candi Bubrah merupakan dua candi yang ditemukan di Keling, tepatnya di desa Tempur. Candi Angin mendapatkan namanya karena memiliki letak yang tinggi dan berumur lebih tua dari Candi Borobudur . Candi Bubrah, di lain sisi, merupakan sebuah candi yang baru setengah jadi, tapi umurnya sama dengan candi Angin.

Kerjaan Kalingga Dalam Catatan Tionghoa
Kerajaan Kalingga dikenal juga dengan nama kerajaan Ho-ling oleh orang-orang Tionghoa. Menurut catatan bangsa Tionghoa, Ho-ling dipercaya muncul ketika terjadi ekspansi besar oleh dinasti Syailendra. Kisah tentang kerajaan Ho-ling mulai ditulis dalam kronik dinasti Tang yang ada pada tahun 618 hingga 906. Menurut kronik tadi, orang-orang Ho-ling dipercaya gemar makan hanya menggunakan tangan dan tanpa sendok maupun sumpit. Tertulis juga di kroik tadi bahwa para masyarakat Ho-ling suka mengonsumsi tuwak, sebuah sari buah yang difermentasikan. Ibu kota dari Ho-ling dikelilingi oleh pagar kayu, dan sang raja tinggal di sebuah istana berlantai 2 dan daun palma sebagai atapnya. Sang raja duduk pada sebuah kursi yang terbuat dari gading dan menggunakan keset yang terbuat dari bambu. Ho-ling juga diceratakan memiliki sebuah bukit yang ia namakan Lang-pi-ya. Beberapa sumber lain dari catatan Tionghoa menuliskan sebuah analisa tentang lokasi dari kerajaan Ho-ling ini. Ia menuliskan bahwa Ho-ling berlokasi di Jawa Tengah dan bahwa La-pi-ya menghadap ke arah samudra membuat lokasi Ho-ling jadi agak lebih mudah diketahui.
Raja atau ratu yang saat itu memegang kepala pemerintahan Ho-ling tinggal di kota bernama She-p’o, tapi Ki-yen kemudian memindahkan lokasi pemerintahan menuju P’o-lu-Chia-ssu. Menurut catatan, diperkirakan bahwa ada kebingungan yang meliputi masa-masa terakhir kerajaan Ho-ling atau Kalingga ini. Ada dua teori besar tentang hal ini, dimana teori yang pertama adalah ketika Sanjaya yang masih merupakan cucu dari Shima mengambil alih pemerintahan. Ia mengubah kerajaan Kalingga yang bercorak Buddha menjadi kerajaan Mataram yang memiliki corak hindu. Cerita lain tentang sejarah kerajaan Kalingga ialah tentang bagimana Patapan yang merupakan salah satu pangeran dari dinasti Sanjaya merebut kursi penguasa dan menjadi raja pada tahun 832, dimana Mataram terus menjadi pengemulasi aturan-aturan Sailendra.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar